Saturday 22 September 2007

Rumahku Sekolahku

Profesi saya saat ini adalah seorang guru taman kanak-kanak. Sudah tentu tempat berkarya bagi seorang guru adalah sekolah. Sekolah saya bertempat di daerah Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

Jika orang hanya melihatnya dari luar maka mereka tidak akan tahu bahwa bangunan ini adalah sebuah sekolah. Bangunannya hanya terdiri dari satu lantai, bercat warna peach di atas sebidang tanah seluas 100 m2. Walaupun berukuran cukup mungil, bangunan itu dapat memuat semua aktivitas belajar kami. Semua ruang dilengkapi dengan jendela-jendela kaca berukuran besar yang seakan mengundang matahari untuk ikut masuk ke dalam sekolah kami. Jendela-jendela tersebut membuat sekolah kami terasa lapang dan jauh dari kesan pengap dan sempit.
Saya membagi halaman sekolah kami menjadi dua bagian. Sisi sebelah kiri untuk lapangan olahraga sedangkan sisi sebelah kanan untuk taman kecil yang juga menjadi laboratorium biologi.

Pagi hari merupakan saat yang menyenangkan untuk beraktivitas di halaman sekolah. Posisi sekolah kami yang menghadap ke timur membuat murid-murid saya bermandikan sinar matahari pagi ketika berada di halaman. Di lapangan olahraga, mereka bisa bebas sepeda atau bola. Saya menempatkan sebuah ring basket kecil di dinding pembatas sekolah kami dengan bagunan di sebelahnya. Terkadang saya merentangkan tali plastik dari pagar sampai tiang bangunan sekolah, sehingga kami bermain voli dengan tali plastik tadi sebagai netnya. Sebagai guru saya ikut bermain dengan mereka, ikut tertawa ketika melihat ada murid saya yang membuat gerakan lucu ketika berusaha menangkap bola, dan ikut bersedih ketika ada murid saya yang terjatuh.
Pagar besi juga membuat mereka aman bermain dihalaman tapi juga tidak menghalangi mereka untuk melihat apa yang terjadi di luar sekolah kami. Murid-murid saya akan berteriak kegirangan manakala sesekali lewat delman yang ditarik oleh kuda ataupun pesawat yang terbang cukup rendah.

Di taman kecil yang ditumbuhi oleh rumput peking, kami bisa mengamati berbagai jenis serangga. Beraneka jenis semut yang lalu-lalang dengan sibuknya, belalang yang bersembunyi diantara rumpun bambu ataupun capung yang terbang hilir mudik di atas daun bawang-bawangan.

Terkadang kalau kami beruntung ada kupu-kupu yang kebetulan mampir di antara bunga-bunga mawar. Suatu hari nanti saya berharap bisa menanam pohon jambu di taman kecil. Rasanya indah membayangkan bisa berteduh di bawahnya sambil menikmati rujak jambu dari pohon sendiri.

Di dalam bagunan sekolah terdapat berbagai ruang. Ruang yang paling luas saya jadikan aula tempat para murid-murid saya bisa melakukan berbagai aktivitas seni. Saya menempatkan seperangkat audio di rak yang cukup rendah sehingga murid-muris saya bisa memutar sendiri musik yang mereka inginkan. Kami juga mempunyai beberapa alat musik yang kami buat sendiri, seperti marakas-berupa stoples kaca yang diisi beras atau kacang hijau, drum-berupa panci dengan sumpit sebagai stiknya ataupun suling dari selang.

Di ruang ini juga terdapat sebuah sofa yang multi fungsi. Bisa menjadi panggung boneka kalau saya bersembunyi di belakangnya sambil memainkan boneka jari, sehingga bisa ditonton dari arah sebaliknya. Bisa menjadi benteng pertahanan ataupun rumah-rumahan dengan membentangkan kain di atasnya. Bisa pula sekadar tempat untuk duduk bersantai mendengarkan saya membacakan buku cerita.

Di aula ini terdapat dua pintu yang menghubungkan ke ruang lain. Ruang yang pertama saya jadikan perpustakaan sekolah. Di dalam ruang ini terdapat berbagai rak buku. Pada bagian atas rak buku saya meletakkan guru pribadi saya 24 jam, yaitu beraneka jenis buku saya. Bagian bawah rak adalah khusus untuk buku-buku murid saya, berupa ensiklopedi anak, buku-buku cerita ataupun buku mewarnai.
Di samping salah satu rak buku, saya menempatkan satu buah laci plastik tempat menyimpan berbagai peralatan murid-murid. Di antaranya krayon, spidol, cat air dan beraneka jenis kertas.
Di sampingnya lagi, ada kotak harta karun yang berisi berbagai jenis benda yang kelihatannya tidak lebih dari barang rongsokan. Meskipun demikian, anak-anak dengan imajinasinya yang luar biasa bisa memainkan aneka peran dengan menggunakan barang-barang tadi.
Di sepanjang dinding perpustakaan juga dihiasi berbagai jenis poster yang setiap beberapa bulan saya ganti dengan yang baru kecuali tiga poster, yaitu poster abjad latin, huruf hijaiyah dan peta dunia.

Di balik pintu berikutnya adalah Laboratorium Komputer kami. Dari ruang ini kami bisa berkunjung ke berbagai tempat menarik seperti pabrik susu ataupun ruang angkasa dengan hanya beberapa klik saja. Internet memang membuat dunia seakan tak bersekat.
Di balik komputer ini juga saya merefleksikan pikiran-pikiran saya kedalam tulisan di sela-sela kesibukan saya mengajar. Dinding ruang ini dihiasi dengan coretan hasil karya murid-murid saya yang beraliran “abstrak”, karena biasanya hanya mereka sendiri yang tahu arti dari setiap lukisan.

Ruang terakhir terletak di bagian paling belakang sekolah ini tepatnya di belakang aula. Ruang ini saya jadikan laboratorium matematika dan sains. Di ruang ini ada berbagai macam benda untuk dihitung, diukur dan diklasifikasikan, seperti tomat, jeruk nipis atau wadah-wadah plastik. Mereka bisa melakukan berbagai macam percobaan – percobaan sederhana yang membuat mereka tahu bahwa tidak semua benda dapat terapung, ataupun ternyata minyak tidak dapat disatukan dengan air.

Tak jarang saya mengajak murid-murid saya memasak. Karena memasak melibatkan banyak unsur sains bahkan kegembiraan sekaligus. Terkadang ketika sedang membuat kue ada yang iseng mencolek muka temannya dengan tepung terigu sambil teriak, “Ih, kayak badut." Yang dicolek tidak marah malah balas mencolek. Jadilah kelas kami lebih mirip sirkus, apalagi ditambah dengan ramainya gelak tawa kami semua. Kadang saya tersenyum sendiri manakala mereka dengan bangga berkata pada saat mencetak kue, “Eh, lihat punyaku seperti dinosaurus.” Padahal kenyataannya bentuknya lebih mirip pohon.

Di sekolah saya tidak ada ruang kelas khusus karena semua ruang adalah ruang kelas tempat mereka bisa mempelajari sesuatu yang baru. Meja dan kursi mereka belajar terbuat dari plastik warna-warni yang memudahkan mereka untuk memindah-mindahkan ke ruang mana saja yang mereka mau. Selain itu, untuk memudahkan mereka belajar membaca kelak, saya juga memberikan label pada setiap benda di rumah kami. Ada tulisan "kursi" yang ditempel di kursi sehingga membuat mereka memahami bahwa setiap tulisan mempunyai arti.

Tahun ini murid saya hanya ada dua orang. Tapi saya berharap tahun-tahun berikutnya akan bertambah lagi karena saya masih berencana untuk menambah jumlah anak saya. Ya. Murid-murid saya adalah anak-anak sendiri. Dan sekolah saya adalah rumah saya sendiri dengan bagian–bagian dari rumah yang saya fungsikan layaknya sebuah sekolah. Mereka memang tidak saya masukkan ke dalam sekolah formal biasa. Dengan menjadikan rumah kami sebagai sekolah maka anak-anak saya bisa belajar kapan saja -dari mulai bangun sampai tidur lagi, dimana saja- dari mulai halaman depan sampai dapur. Dengan cara itu mereka akan merasakan bahwa belajar sama alaminya dengan bernapas. Dan saya bisa menyaksikan sendiri setiap kemajuan yang telah mereka capai.

Itu merupakan kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan

No comments: